AKU BUKAN SUPER STAR

Dilatarbelakangi keprihatinan atas kondisi Negara dan Bangsaku saat ini dimana selain penjarahan kekayaan hasil bumi pertiwi juga meletakan pembangunan pada upaya "pembodohan & pemiskinan" tanpa ada upaya atau niat baik dari seluruh kepemimpinan nasional memperbaikinya.
Aku bukan super star merupakan sebuah nama yang mau menggambarkan bahwa disini wujud kerendahan diri dan pribadi yang bukan siapa-siapa dan tanpa mewakili dari siapapun atau atribut apapun hendak memberikan pandangan, jawaban, dan ajakan perbuatan menuju Indonesia yang lebih baik.
Aku bukan super star senantiasa mengusung Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Konstitusi R.I kedalam perbuatan nyata terhadap prilaku atau sikap yang diemban dalam setiap kepemimpinan nasional saat ini.
Aku bukan super star adalah pribadi yang bersifat sukarelawan, tanpa upah, tanpa instruksi dari siapapun, dan tanpa latarbelakang kelompok atau warnan apapun untuk senantiasa maju pantang mundur dalam perwujudan dan pencapaian keadilan dan kesejahteraan Bangsa dan Negara.
Aku bukan super star selalu berinisitiatif sendiri untuk memprovokasi tindakan nyata yang baik, bersatu dan bergandengan tangan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan Bangsa dan Negara yang lebih baik.

Rabu, 14 Desember 2011

Advokat model profesi “ Memicu Kegagalan Sosial kekiniaan”


Advokat model profesi
Memicu Kegagalan Sosial kekiniaan”
  
“hukum praktis adalah praktik sehari-hari oleh pejabat hukum. Bila kelakuan para pejabat-pejabat hukum termasuk hakim-hakim, jaksa-jaksa, advokat-advokat, pokrol, aparat polisi dan atau pegawai-pegawai pemerintahan umumnya berubah, hal itu dapat saja diartikan, bahwa hukum telah berubah meski aturan perundang-undangnya sama saja bentuk dan model dipahaminya seperi dulu”

 “Singkatnya, profesi advokat tidak lagi merupakan perkumpulan yang dekat, melainka lebih memuat kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan asal, pengalaman dan orientasi profesional. Jika di masa lalu perbedaan utama adalah antara advokat profesional dan pokrol bambu, maka saat ini terlalu, banyak garis pembeda yang memisahkan advokat yang atau dengan yang lain.”

Prof. Daniel S. Lev.


     Melalui agenda reformasi hukum yang selalu terus digulirkan dan diwacanakan, kini saatnya pembahasan dengan menyimak apa yang dinamakan aktor terakhir penegak hukum, yaitu advokat atau juga dinamakan penasehat hukum. Bagian tersebut selama ini  keberadaannya cenderung ter-distorsi dengan pencitraannya yang negatif. Lahirnya UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, para pelaku profesi ini semestinya boleh berbangga hati sebab hal ini menandai pengakuan utuh negara terhadap profesi, serta sekaligus membuka peluang pengembangan profesi sehingga menjadi lebih maju menjauh dari pencitraan di masyarakat yang selama ini di pandang buruk meski hal itu tidak terlepas dari perbuatan mereka dan tidak berjalannya pengawasan dan atau peneggakkan etika profesi.
     Undang-undang advokat Pasal 1 huruf a merumuskan advokat sebagai orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang–undang ini. Dan pada Pasal 1 huruf b dijelaskan secara definitif yang dikategorikan sebagai jasa hukum adalah konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien.
     Dalam terjemahan tekstual pada rumusan pasal di atas, advokat diterjemahkan secara umum sebagai suatu profesi belaka, namun tidak menyinggung posisi advokat dalam hubungannya dengan negara yang memiliki karakter khusus dalam menjalankan profesinya. Pola hubungan ini terekam dalam sistem peradilan Indonesia sebagai manifestasi pelaksanaan kekuasaan yudikatif.
     Sistem peradilan sebagai bentuk mekanisme penegakan hukum diisi oleh aktor-aktor penegak hukum terdiri dari polisi, jaksa, hakim kemudian advokat. Kuartet ini melalui sistem peradilan diharapkan dapat menghadirkan proses penegakan hukum yang berkeadilan sesuai dengan cita negara hukum. Kita ketahui bahwa tiga dari kuartet (polisi, jaksa & hakim) adalah bentuk representasi negara dalam sistem peradilan, sedangkan advokat bertindak mewakili masyarakat pencari keadilan dan diposisikan di luar sistem. Polisi, jaksa dan hakim memiliki legitimasi formal dari negara sebagai bentuk konkrit pengamalan trias politika, sedangkan advokat tidak memiliki legitimasi seperti itu. Legimasi bagi para advokat tercermin dari kepercayaan masyarakat terhadapnya (legitimasi sosial).
     Secara historis peran penasehat hukum ada seiring perkembangan hukum dan masyarakat, hukum akan selalu ada selagi ada masyarakat dan masyarakat memerlukan hukum sekaligus menghendaki penegakan hukum. Kemudian negara sebagai wujud kekuasaan formal, bersama perangkat dan sistem hukumnya dipercayakan untuk melengkapi hukum yang tadi masih berupa kesadaran dan norma moral sehingga menjadi aturan atau norma hukum yang dapat ditegakkan (enforceable). Dalam negara modern ialah dalam bentuk trias politica negara menjalankan tugasnya.
     Bersama bertumbuhnya masyarakat dan negara, advokat tumbuh sebagai bagian penegakan hukum yang substansial yang mengunakan pendekatan langsung kepada kepentingan hukum dan keadilan masyarakat banyak. Hal ini jelas berbeda dengan apa yang dilakukan negara yang bertumpu kekuasaan dengan pendekatan ketertiban umum (openbare order) dengan seperangkat aturan (rules) guna memberikan kepastian hukum. Sebagai pemegang mandat kekuasaan, negara demi ketertiban hukum lantas membentuk organ atau struktur penegak hukum (yudikatif) pelaksana sistem peradilan.  
     Dua pendekatan yang berbeda dari aktor yang berbeda juga menghasilkan karakteristik yang berbeda pula. Bagi negara, sebagai penguasa yang berperan sebagai suprasturuktur dalam pembentukan, penyelenggara dan pelaksana aturan yang telah dibuat, tidak ada pilihan sistem yang dibangun tidak dapat dilepaskan dari cirinya yang bersifat birokratik, maka jadilah ‘keadilan yang birokratis’ .
     Sedangkan bagi advokat sebagai unsur independen dalam arti tidak terikat pada struktur kekuasaan negara, menjalankan perannya baik di dalam maupun di luar pengadilan. Independensi  profetik yang dimilikinya sungguh menjadi penjamin profesi ini dimata masyarakat pencari keadilan sekaligus dihadapan penguasa, dengan kepentingan utamanya yaitu memastikan keabsahan proses keadilan yang diselenggarakan negara pada setiap tahapan (legislasi, eksekusi dan yudikasi). Adapun setidaknya independensi profetik yang dimaksud ialah ; Independensi etis dan independensi organisatoris.
     Independensi etis, merupakan keadaan yang didasari oleh kesadaran akan moralitas yang disertai dengan semangat mencari keadilan dan kebenaran sebagai tujuan utamanya. Moralitas yang dijunjung tinggi adalah nilai-nilai kebaikan dengan kejujuran dan budi yang lurus bukan argumen-argumen pembenaran sebab keadilan diciptakan bagi semua (justitia voor eideren) yang diberlakukan secara imparsial dan non-diskriminasi. Sedangkan independensi organisatoris menekankan kemandirian organisasi berdiri dengan konsisten berhadapan dengan penguasa dan kekuasaan.
     Dengan alasan kemandirian sebagai landasan dalam menjalankan proses penegakan hukum yang adil. Ditambah dengan kenyataan kemampuan negara – penguasa- melakukan intervensi terhadap berjalannya proses yang adil (due proses of law) , penguatan organisasi dalam segala aspek menjadi agenda sangat penting setidaknya dengan bersama dalam organisasi dapat mengimbangi kualitas intervensi yang ada. Apalagi hari ini tidak hanya penguasa yang mengintervensi proses hukum akan tetapi juga banyak pihak-pihak lain yang mencoba merecoki proses hukum tersebut, dan untuk ini dengan independensinya organisasi advokat harus bisa tetap berdiri tegak dan berkata tidak pada segala jenis intervensi.
     Selanjutnya, independensi tersebut dinyatakan dalam bentuk tindakan dan peran nyata dalam menjamin dan mengawasi penyelenggaraan keadilan dan kepentingan hukum masyarakat baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan. Di dalam sidang pengadilan jelas peran yang dimainkan sebagai pembela kepentingan hukum –kepentingan yang sah menurut hukum bukan kepentingan an sich untuk menang dalam kondisi apapun- pihak yang diwakili. Disinilah interaksi profesi dengan elemen negara (instansi kepolisian, kejaksaan dan hakim) dalam melakukan pembelaan terlihat nyata.
     Di luar sidang pengadilan dalam melakoni peran publik advokat sebagai ahli hukum hendaknya aktif dalam diskursus perkembangan dan pembentukan norma hukum di masyarakat di berbagai tingkatan hingga ke lembaga legislatif, memantau kebijakan penguasa. Serta turut ambil bagian dalam upaya mengawasi tindakan pemerintah yang berpotensi melanggar hukum serta merugikan masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab moral.
     Sedangkan dalam kerangka hubungan advokat dengan penguasan dan kekuasaan, secara moral ia harus berdiri sebagai oposisi laten dengan acuan nilai tetap pada kebenaran, hukum dan keadilan. Dengan alasan jika ditelisik lebih jauh, ternyata porsi peran yang lebih besar adalah peran publik advokat di luar pengadilan, yang secara signifikan menetukan kemanfaatan sosial keberadaan profesi ini di masyarakat. 
     Sebagai ahli hukum antara independensi dan intelektualitas, tidak lain menempatkan advokat sebagai ‘profesi yang mulia’ dalam peran dan tanggung jawab,  tentu saja pada aspek-aspek pemeliharaan hukum dan keadilan. Dan dalam hal ini masyarakat berposisi sebagai pihak yang mengharap bantuan dalam penyelenggaraan hak atau kepentingan hukum mereka baik sebagai pribadi maupun dalam kedudukannnya sebagai warga negara pada wilayah publik.
     Memang peran-peran publik seperti di atas berada dalam wilayah moral, intelektual dan keilmuan, yang bagi sebagian penyandang profesi advokat dianggap kurang memiliki tempat dan tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan hukum yang dibela. Pilihan posisi bias seperti ini dalam kenyataan memang suatu yang sulit dihindari dan cenderung menjadi arus utama terutama dalam mengemari ‘modal’ dan kekuasaan.
     Kecenderungan ini menarik sekali mengingat advokat berada diantara persimpangan antara menjadi insan penegak hukum yang sarat tanggung jawab terhadap masyarakatnya atau menjadi penghamba profesional dalam spektrum angkatan kerja belaka yang bertugas memberikan jasa hukum dengan tangungjawab hanya seputar aspek teknis-ekonomis saja dan ‘mengabdi’ pada tujuan-tujuan kapitalistik.
     Tak pelak masyarakatpun membaca kebimbangan profetik (Ilmu Sosial Profetik atau biasa disingkat ISP adalah salah satu gagasan penting Kuntowijoyo. Baginya, ilmu sosial tidak boleh berpuas diri dalam usaha untuk menjelaskan atau memahami realitas dan kemudian memaafkannya begitu saja tapi lebih dari itu, ilmu sosial harus juga mengemban tugas transformasi menuju cita-cita yang diidealkan masyarakatnya. Ia kemudian merumuskan tiga nilai dasar sebagai pijakan ilmu sosial profetik, yaitu: humanisasi, liberasi dan transendensi. Ide ini kini mulai banyak dikaji. Di bidang sosiologi misalnya muncul gagasan Sosiologi Profetik yang dimaksudkan sebagai sosiologi berparadigma ISP.)tersebut sebagai suatu yang melemahkan cita luhur dari upaya penegakan hukum yang diharap-harapkan. Dengan kata lain, bagi masyarakat mencari keadilan dengan bantuan advokat berarti mencari keadilan “yang bersyarat”, sebab tidak jarang advokat tidak lagi memposisikan diri sebagaimana tanggungjawabnya akan tetapi acapkali berposisi hanya sekadar penghubung antara klien kepada polisi, jaksa dan hakim.
 
     Keberadaan UU advokat bagi kita pelaku profesi hendaknya musti disikapi dengan arif dalam mengartikulasikannya pada kenyataan tidak sekedar terkungkung pada batasan orang yang memberikan jasa hukum - sesuai bunyi undang-undang. Ia selayaknya dibaca dalam lingkup yang lebih luas mengingat suatu yang officium nobile tidak an sich sebatas kerangka sempit definisi yang diberikan undang-undang saja sehingga profesi tetap memiliki nilai dan peran menentukan dalam perubahan sosial berikutnya atau sebaliknya apakah sebagai “model profesi yang memicu kegagalan social kekinian”, semua itu hanya anda yang dapat menjawabnya bukan!!!,…

Minggu, 31 Januari 2010

LAPORAN HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2006

LAPORAN HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2006

HAM Belum Jadi Etika Politik

Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik atas kerja-kerja KontraS dalam mengawal proses demokrasi dan pengakan HAM sepanjang tahun 2006, KontraS meluncurkan Buku Laporan Tahunan HAM 2006, pada September 2007 ini. Meski terlambat, KontraS berharap catatan ini dapat menjadi cermin bagi pengambil kebijakan untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam menjalankan tanggungjawab negara kepada rakyatnya dan menjadi pelajaran bagi masyarakat sipil, khususnya korban pelanggaran HAM untuk terus membangun harapan dan berjuang dalam merebut keadilan.

Download:
Sampul
Kata Pengantar, Daftar Isi
Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V

File Deskripsi:
Type: *.PDF

Tawaran Model Penyelesaian Pelanggaran Berat HAM di Aceh

Tawaran Model Penyelesaian Pelanggaran Berat HAM di Aceh

Buku Tawaran Model Penyelesaian Pelanggaran Berah HAM di Aceh ini merupakan usulan dari organisasi-organisasi masyarakat Sipil, Koalisi Pengungkapan Kebeneran (KPK), bagi pemerintah, Pusat maupun Aceh, dalam berupaya menuntaskan persoalan masa lalu berupa kekerasan di Aceh semasa konflik bersenjata.

This book, entitled A Proposal for Remedy for Victims of Gross Human Rights Violations in Aceh, is presented by civil society members of the Aceh Coalition for Truth to the central and Aceh goverments, in an efford to remedy the past violence in Aceh during the period of armed conflict.

Donwload Versi Indonesia
Download Version English

File Deskripsi:
Type: *.PDF

REPODRUKSI KEADILAN MASA LALU Catatan Perjalanan Membongkar Kejahatan HAM Tanjung Priok 1984

REPODRUKSI KEADILAN MASA LALU Catatan Perjalanan Membongkar Kejahatan HAM Tanjung Priok 1984

Buku berjudul “Reproduksi Ketidakadilan Masa Lalu: Catatan Perjalanan Membongkar Kejahatan HAM Tanjung Priok 1984” ini merupakan catatan dokumentasi KontraS terhadap pemantauan Pengadilan HAM adhoc untuk peristiwa pelanggaran HAM berat Tanjung Priok. Selain itu, buku ini menggambarkan perjuangan advokasi Kontras dalam mendampingi korban dan keluarga korban Tanjung Priok untuk memperjuangkan keadilan yang dilakukan KontraS sejak tahun 1999. semua akan dijelaskan dalam setiap bagian tulisan di buku ini.

Daftar Isi
Daftar Istilah
Sekapur sirih dan Kata Pengantar
Bagian I: Uang, Motor dan Teror ( Biang Keladi Pemalsuan Kebenaran)
Bagian II: Negara Wajib Pulihkan Hak Korban
Bagian III: Menjaring Teri, Melepas Kakap
Bagian IV: Vonis Bebas untuk Kaum Bersenjata
Bagian V: Jalan Panjang Raih Keadilan
Bagian VI: Lampiran dan Profil Kontras

File Deskripsi:
Type: *.PDF

DEMI KEBENARAN DAN KEADILAN DI ACEH Catatan Ide Rumusan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh


DEMI KEBENARAN DAN KEADILAN DI ACEH Catatan Ide Rumusan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh

Buku ini merupakan kumpulan tulisan ataupun transkipsi diskusi yang dilakukan oleh Koalisi Pengungkap Kebenaran (KPK) Aceh selama tahun 2007 baik di Aceh maupun di Jakarta. Diskusi ataupun kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dalam bentuk seminar, diskusi public, diskusi radio, tulisan opini di media massa dan focus discussion group baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama oleh organisasi anggota KPK Aceh. Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mendorong terbentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsialiasi, sebagaimana yang diamanatkan oleh Perjanjian Damai Helsinki (2005) dan Undang-Undang RI tentang Pemerintahan Aceh tahun 2006. semuanya akan dijelaskan dalam setiap bagian tulisan.

Kata Pengantar
Kata Pengantar Editor
Daftar Isi
Prolog : Tarik Ulur KKR Aceh
Bagian I: Artikel
Bagian II: Opini Iklan Layanan Masyarakat
Bagian III: Transkipsi Dikusi Radio 68H
Bagian IV: Makalah-Makalah Seminar
Bagian V: Transkipsi Focus Discussion Group (FGD) KPK Aceh
Bagian VI: Berita Media dan Profil KPK Aceh

File Deskripsi:
Type: *.PDF

SAATNYA KORBAN BICARA: "Menata Derap Merajut Langkah"

SAATNYA KORBAN BICARA:
"Menata Derap Merajut Langkah"


Beberapa sosok manusia tengah bergerak pelan, gemetar dalam kelam. Seorang perempuan, seorang ibu tengah merangkul, merengkuh beberapa manusia korban sekaligus dalam pelukannya, sambil berlutut bersama. Wajah sang bunda tengadah ke atas. Teriakannya berpendar-pendar tanpa suara, matanya menerawang jauh. Rupanya tengah dibisikkan sebuah doa manusia pada situasi batas daya kemampuan hidupnya. Doa sunyi dari para korban tragedi kekerasan politik di negeri ini. Doa seorang anak, seorang mahasiswa, seorang petani, seorang warga miskin urban dan seorang perempuan muda yang tengah mendekap seorang bayi mungil. Sosok-sosok manusia yang sengaja dibuat dalam posisi bertekuk-lutut dengan kepala tertunduk lemah, untuk menggambarkan posisi yang dikenal sebagai simbol gesture dari orang yang teraniaya, tidak berdaya dan diancam untuk ditaklukkan.

File Deskripsi:
Type: *.PDF

"Dibebaskan Tanpa Kebebasan" Beragam Peraturan Diskriminatif yang Melilit Tahanan Politik Tragedi 1965-1966

"Dibebaskan Tanpa Kebebasan"
Beragam Peraturan Diskriminatif yang Melilit Tahanan Politik Tragedi 1965-1966


Tulisan ini merupakan bahan pemantauan atas sejumlah peraturan resmi negara yang mendiskriminasi hak-hak sipil politik, sosial, ekonomi para korban tahanan politik (tapol).

Tulisan ini disusun oleh Mudjayin, seorang tua renta, yang khas dengan kaca mata hitam tebal baik ukuran kacanya maupun gagangnya yang juga tapol peristiwa 1965-1966. Dan, sudah pasti Mudjayin juga menjadi korban diskriminasi sistematis yang dilakukan oleh negara.

Dengan kondisi sulit yang dihadapinya sebagai korban, namun tetap sabar dan teguh menawarkan perubahan hukum, Mudjayin tua mengumpulkan dan menulis aturan-aturan yang diskriminatif. Namun, Mudjayin tetap jujur, dengan menghadirkan kemajuan-kemajuan pembahan peraturan perundang-undangan yang telah menghapus aturan diskrimhatif terhadap para tapol.

Tulisan ini merupakan gambaran kesabaran seorang tua yang didiskriminasi oleh hukumnya, hukum bangsanya sendiri. Namun dalam kesabarannya Mudjayin tua tetap bejalan untuk melawan diskriminasi terhadap dirinya, terhadap korban tapol yang lain, dan tentunya memberikan semacam pendidikan advokasi yang penting buat kita yang pro pada kebebasan dan anti diskriminasi atas dasar apapun.

File Deskripsi:
Type: *.PDF